Tuesday, June 14, 2016

ETIKA DALAM PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS


     Setiap profesi yang ada memiliki suatu etika yang diharapkan untuk diperhatikan dan dilaksanakan oleh pelaku-pelaku profesi tersebut. Etika digunakan dalam rangka melindungi baik pelaku profesi dan pengguna jasa profesi. Salah satu etika yang ada dipsikologi adalah etika dalam proses tes psikologi, mulai dari administrasi, skoring, interpretasi dan menyampaikan.

     Tes psikologi hanya dapat dievaluasi dari sudut ilmu sains dan teknisnya oleh orang yang benar-benar ahli dalam perkembangan tes terkini, prinsip psikometri, dan aspek-aspek perilaku yang ada dalam tes yang akan dievaluasi. Setelah tes diimplementasikan melalui proses seleksi, administrasi dan skoring, tes juga harus bisa dievaluasi, diinterpretasikan dan dikomunikasikan dalam cara yang benar untuk tujuan kenapa mereka digunakan oleh professional yang memiliki pengetahuan dalam konteks tersebut ketika tes dilaksanakan sama juga untuk aspek-aspek teknis dan isu-isu psikologi yang terlibat pada saat pemberian tes tersebut. Praktek tes psikologi yang tepat diatur oleh prinsip-prinsip etika

1. Kualifikasi untuk Test Users dalam Tes Psikologi

    Dalam beberapa dekade terakhir telah terjadi peningkatan perhatian terhadap kemungkinan penyalahgunaan tes. Selain itu, test users merupakan seseorang yang selama masa pengadministrasian tes dan mereka membuat keputusan penting atau keputusan yang berkonsekuensi, seperti menentukan giftedness dan mental disability.
    
    Ada dua faktor utama yang harus dimiliki oleh test users,yaitu : Pengetahuan dan keterampilan mereka dalam:
1.       Prinsip psikometri dan statistika.
·         Penyeleksian tes dalam hal kualitas teknis mereka, tujuan yang akan mereka gunakan, dan isu-isu yang terlibat dengan budaya, ras, etnik, gender, usia, bahasa, dan ketidakmampuan yang berhubungan dengan karakteristik dari test takers.
·         Prosedur dalam mengadministrasikan dan menskoring tes, begitu juga dalam menginteroretasi, melaporkan, dan menjaga kerahasian dari hasil tes mereka(test takers).
·         Semua hal yang berhubungan dengan konteks tes psikologi itu dilakukan, apakah itu dalam hal karyawan, pendidikan, karir, konseling penjurusan,healthcare,dll serta tujuan dari tes psikologi dilakukan.
2.       Hal-hal yang test users dapatkan dari pengalaman-pengalaman yang tepat dalam semua aspek pengetahuan dan keterampilan yang menunjang untuk penggunaan tes secara spesifik.(Urbina,2014)

Hak dan Kewajiban dari Test Takers

Hak-hak dari testtakers,yaitu:
  •       Hak untuk menerima penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan diadakannya tes psikologi, tesnya digunakan untuk apa, apakah hasil tesnya akan dilaporkan kepada test takers atau kepada yang lain, hasil tesnya akan digunakan untuk apa. Jika test takers memiliki kesulitan dalam memahami istilah dalam tes, mereka mempunyai hak untuk menanyakan tentang hal tersebut.
  •       Hak untuk mendapatkan hasil tes yang tetap dirahasiakan sesuai dengan hukum yang ada.
  •       Hak untuk mengetahui jika tes psikologi merupakan suatu pilihan dan mempelajari konsekuensi dari mengambil atau tidak mengambil pengetesan, test takers secara penuh mennyelesaikan pengetesan, atau membatalkan skoring
  •       Hak untuk menerima penjelasan dari hasil test didalam waktu yang tepat dan menggunakan istilah yang mudah dimengerti
Kewajiban dari test takers, yaitu :

  •       Kewajiban untuk membaca atau mendengarkan hak dan kewajiban yang harus mereka terima dan lakukan.
  •       Kewajiban untuk bertanya terlebih dahulu sebelum tes tentang mengapa tes diberikan, bagaimana tes akan diberikan, apa yang akan mereka (test takers) lakukan, dan apa yang akan dilakukan pada hasil tesnya.

    Ketepatan dalam penggunaan tes psikologi dan menginterpretasi skor tes tersebut merupakan tanggung jawab dari test user. Penyalahgunaan tes dapat terjadi pada setiap langkah dalam proses pengetesan, mulai dari pemilihan instrumen tes yang tidak tepat, tujuan mengapa menggunakan instrumen tersebut. Kesalahan dalam proses administrasi atau skoring dan dalam menginterpretasikan atau melaporkan hasil tes juga dapat menjadi suatu penyalahgunaan dalam pengetesan. (Urbina,2014)

Trend-Trend Terkini dalam Tes Psikologi

1.       Perkembangan Tes Psikologi 

      Tes-tes psikologi yang baru terus-menerus muncul dan tidak terlihat kapan akan berakhirnya. Jika kita menghitung jumlah tes-tes yang diperbaiki dan diperbarui, kita akan menemukan ratusan tes-tes baru yang dipublikasikan disetiap tahunnya. Dorongan untuk melakukan perkembangan dalam tes-tes ini adalah karena adanya perselisihan pendapat oleh professional tentang cara terbaik untuk mengukur atau melihat karakteristik dari manusia. Selain itu dorongan untuk melakukan perkembangan dalam tes juga dating dari tekanan public dan professional yang hanya mau menggunakan instrumen yang adil, akurat dan tidak memihak. (Kaplan & Sacuzzo,2012)

2.       Tes Psikologi di Internet

Perkembangan internet yang sangat cepat dalam beberapa tahun terakhir ini juga berdampak pada tes psikologi. Seperti yang sudah diketahui bahwa saat ini banyak referensireferensi dari situs-situs di internet yang memberikan banyak informasi tentang tes psikologi dan isu-isu dalam penggetesan. Saat ini banyak situs-situs yang menawarkan survei, kuesioner, dan alat-alat yang yang mendukung tes psikologi. Saat ini juga banyak terdapat tes psikologi online, beberapa ada yang legal dan beberapa tidak.

Pengaruh dari internet terhadap tes psikologi tampaknnya akan tetap berlanjut hingga beberapa tahun kedepan. Salah satu alasannya adalah karena kecepatan, dimana tes dapat dikembangkan, diterbitkan, dan diperbaikimenggunakanwebdanteknologianalisis.
Selain itu alasan lain adalah alasan efisiensi dan ekonomis karena jasa pengetesan dilakukan secara online dan dapat dilakukan didalam jarak yang jauh, apalagi saat ini terjadi peningkatan pengetesan melalui video secaraonline.
Walaupun tes psikologi secara online memiliki beberapa keuntungan, penggunaantes psikologi secara onlinejuga memiliki beberapa kekurangan, antara lain kemungkinan penggunaan tes psikologi untuk tujuan yang membahayakan atau disalahgunakan dan tidak terjaminnya kerahasiaandarihasiltespsikologi.(Urbina,2014)



Kode Etik

Dengan adanya etika ini muncul yang namanya kode etik (code of conduct) yaitu tata cara yang seharusnya diikuti oleh para pelaku profesi dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian kode etik adalah norma dan asas yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku.

Biggs dan Blocher (1986) mengatakan ada tiga fungsi kode etik yaitu :
  • Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah.
  • Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi.
  • Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.


Di Indonesia, Kode Etik Psikologi dikeluarkan oleh HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia). Kode Etik Psikologi merupakan seperangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan sebagai psikolog dan ilmuwan psikologi di Indonesia (Kode Etik Psikologi Indonesia, 2010). Tetapi ada beberapa orang dalam kelompok profesi (dalam hal ini adalah profesi psikolog) yang berbuat penyelewengan/penyimpangan terhadap peraturan yang telah ditetapkan.

10 Alasan UntukTidakMenggunakanTes Psikologi

Ada banyak alasan dan dalam banyak situasi penggunaan tes psikologi tidak disarankan, Berikut ini adalah 10 alasan kenapa tes psikologi tidak disarankan untuk digunakan dalam keadaan-keadaan tertentu.(Urbina,2014)

1.      Tujuan dari tes psikologi tidak diketahui atau tidak jelas untuk test users. 
2.   Test users tidak terlalu familiar dengan semua hal yang terkait dengan tes psikologi yang akan dilakukan. 
3.   Test users tidak mengetahui hasil tes akan bagaimana atau bagaimana hasil tes tersebut akan digunakan, atau tidak dapat menjamin penggunaan dari hasil tes tersebut. 
4.   Informasi tentang segala sesuatu yang dicari dari tes telah ada, atau dapat dikumpulkan dengan lebih efisien melalui sumber-sumber lain. 
5.   Test takers tidak bersedia dan tidak bisa bekerja sama dengan pengetesan yang akan dilakukan.
6.   Test takers kemungkinan besar dapat melakukan sesuatu yang membahayakan selama proses pengetesan. 
7.   Keadaan lingkungan dan kondisi untuk melakukan pengetesan tidak memungkinkan. 
8.   Susunan test atau hal-hal yang terkait dengan test takers seperti usia, jenis kelamin, latar belakang budaya/bahasa, status disability, dan lain-lain tidak tepat dan dapat mengakibatkan tes data invalid. 
9.   Norma-norma dalam pengetesan sudah ketinggalan jaman(sudah terlalu lama dan tidak diperbarui), tidak cukup, dan tidak dapat diterapkan untuk test takers. 
10. Reabilitas dan validitas dari alat tes tidak memenuhi syarat.

Daftar Pustaka

  • Biggs, D.A & Bloacher, D.H. (1986). The Cognitive Approach to Ethical Counseling. NewYork: State University of New York at Albany.
  • Himpunan Psikologi Indonesia.  (2010). Kode Etik Psikologi Indonesia & Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta: Himpsi.
  • http://www.kompasiana.com/ferry-silitonga/perampasan-hak-psikologi_ 550029c6a33311926f5103d8. (Diunduh 16 Mei 2016 pukul 12.10 pm)
  • https://www.academia.edu/7390436/Kasus_kode_etik. (Diunduh Senin, 16 Mei 2016 pukul 12.15 pm)
  • Kaplan, R. M & SacuzzoD.P. (2012).  Psychological Testing: Principles : Applications, and Issues 8TH Edition. Canada : Cengage Learning.
  • Urbina,  Susana  &  Anastasi,  Anne.  (2006).   Psychological  Testing  7th    Edition.  Jakarta: PT.INDEX.
  • Urbina, Susana. (2014). Essentials of Psychological Testing2ndEdition. New Jersey : Wiley

No comments:

Post a Comment