Setiap profesi yang ada memiliki suatu etika yang diharapkan
untuk diperhatikan dan dilaksanakan oleh pelaku-pelaku profesi tersebut. Etika
digunakan dalam rangka melindungi baik pelaku profesi dan pengguna jasa
profesi. Salah satu etika yang ada dipsikologi adalah etika dalam proses tes
psikologi, mulai dari administrasi, skoring, interpretasi dan menyampaikan.
Tes psikologi hanya dapat dievaluasi dari sudut ilmu sains
dan teknisnya oleh orang yang benar-benar ahli dalam perkembangan tes terkini,
prinsip psikometri, dan aspek-aspek perilaku yang ada dalam tes yang akan
dievaluasi. Setelah tes diimplementasikan melalui proses seleksi, administrasi
dan skoring, tes juga harus bisa dievaluasi, diinterpretasikan dan
dikomunikasikan dalam cara yang benar untuk tujuan kenapa mereka digunakan oleh
professional yang memiliki pengetahuan dalam konteks tersebut ketika tes
dilaksanakan sama juga untuk aspek-aspek teknis dan isu-isu psikologi yang terlibat
pada saat pemberian tes tersebut. Praktek tes psikologi yang tepat diatur oleh
prinsip-prinsip etika
1. Kualifikasi untuk Test Users dalam Tes Psikologi
Dalam beberapa dekade terakhir telah
terjadi peningkatan perhatian terhadap kemungkinan penyalahgunaan tes. Selain
itu, test users merupakan seseorang yang selama masa pengadministrasian tes dan
mereka membuat keputusan penting atau keputusan yang berkonsekuensi, seperti
menentukan giftedness dan mental disability.
Ada dua faktor utama yang harus dimiliki oleh
test users,yaitu : Pengetahuan dan keterampilan mereka dalam:
1.
Prinsip psikometri dan statistika.
·
Penyeleksian tes dalam hal kualitas teknis
mereka, tujuan yang akan mereka gunakan, dan isu-isu yang terlibat dengan
budaya, ras, etnik, gender, usia, bahasa, dan ketidakmampuan yang berhubungan
dengan karakteristik dari test takers.
·
Prosedur dalam mengadministrasikan dan
menskoring tes, begitu juga dalam menginteroretasi, melaporkan, dan menjaga
kerahasian dari hasil tes mereka(test takers).
·
Semua hal yang berhubungan dengan konteks tes
psikologi itu dilakukan, apakah itu dalam hal karyawan, pendidikan, karir,
konseling penjurusan,healthcare,dll serta tujuan dari tes psikologi dilakukan.
2.
Hal-hal yang test users dapatkan dari
pengalaman-pengalaman yang tepat dalam semua aspek pengetahuan dan keterampilan
yang menunjang untuk penggunaan tes secara spesifik.(Urbina,2014)
Hak dan Kewajiban dari Test Takers
Hak-hak dari testtakers,yaitu:
- Hak untuk menerima penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan diadakannya tes psikologi, tesnya digunakan untuk apa, apakah hasil tesnya akan dilaporkan kepada test takers atau kepada yang lain, hasil tesnya akan digunakan untuk apa. Jika test takers memiliki kesulitan dalam memahami istilah dalam tes, mereka mempunyai hak untuk menanyakan tentang hal tersebut.
- Hak untuk mendapatkan hasil tes yang tetap dirahasiakan sesuai dengan hukum yang ada.
- Hak untuk mengetahui jika tes psikologi merupakan suatu pilihan dan mempelajari konsekuensi dari mengambil atau tidak mengambil pengetesan, test takers secara penuh mennyelesaikan pengetesan, atau membatalkan skoring
- Hak untuk menerima penjelasan dari hasil test didalam waktu yang tepat dan menggunakan istilah yang mudah dimengerti
Kewajiban dari test takers, yaitu :
- Kewajiban untuk membaca atau mendengarkan hak dan kewajiban yang harus mereka terima dan lakukan.
- Kewajiban untuk bertanya terlebih dahulu sebelum tes tentang mengapa tes diberikan, bagaimana tes akan diberikan, apa yang akan mereka (test takers) lakukan, dan apa yang akan dilakukan pada hasil tesnya.
Ketepatan dalam penggunaan tes psikologi
dan menginterpretasi skor tes tersebut merupakan tanggung jawab dari test user.
Penyalahgunaan tes dapat terjadi pada setiap langkah dalam proses pengetesan,
mulai dari pemilihan instrumen tes yang tidak tepat, tujuan mengapa menggunakan
instrumen tersebut. Kesalahan dalam proses administrasi atau skoring dan dalam
menginterpretasikan atau melaporkan hasil tes juga dapat menjadi suatu
penyalahgunaan dalam pengetesan. (Urbina,2014)
Trend-Trend Terkini dalam Tes Psikologi
1.
Perkembangan Tes Psikologi
Tes-tes psikologi
yang baru terus-menerus muncul dan tidak terlihat kapan akan berakhirnya. Jika
kita menghitung jumlah tes-tes yang diperbaiki dan diperbarui, kita akan
menemukan ratusan tes-tes baru yang dipublikasikan disetiap tahunnya. Dorongan
untuk melakukan perkembangan dalam tes-tes ini adalah karena adanya
perselisihan pendapat oleh professional tentang cara terbaik untuk mengukur
atau melihat karakteristik dari manusia. Selain itu dorongan untuk melakukan
perkembangan dalam tes juga dating dari tekanan public dan professional yang
hanya mau menggunakan instrumen yang adil, akurat dan tidak memihak. (Kaplan
& Sacuzzo,2012)
2.
Tes Psikologi di Internet
Perkembangan internet yang sangat cepat dalam beberapa tahun terakhir ini
juga berdampak pada tes psikologi. Seperti yang sudah diketahui bahwa saat ini
banyak referensireferensi dari situs-situs di internet yang memberikan banyak
informasi tentang tes psikologi dan isu-isu dalam penggetesan. Saat ini banyak
situs-situs yang menawarkan survei, kuesioner, dan alat-alat yang yang
mendukung tes psikologi. Saat ini juga banyak terdapat tes psikologi online,
beberapa ada yang legal dan beberapa tidak.
Pengaruh dari internet terhadap tes psikologi tampaknnya akan tetap
berlanjut hingga beberapa tahun kedepan. Salah satu alasannya adalah karena
kecepatan, dimana tes dapat dikembangkan, diterbitkan, dan
diperbaikimenggunakanwebdanteknologianalisis.
Selain itu alasan lain adalah alasan efisiensi dan ekonomis karena jasa
pengetesan dilakukan secara online dan dapat dilakukan didalam jarak yang jauh,
apalagi saat ini terjadi peningkatan pengetesan melalui video secaraonline.
Walaupun tes psikologi secara online memiliki beberapa keuntungan,
penggunaantes psikologi secara onlinejuga memiliki beberapa kekurangan, antara
lain kemungkinan penggunaan tes psikologi untuk tujuan yang membahayakan atau
disalahgunakan dan tidak terjaminnya
kerahasiaandarihasiltespsikologi.(Urbina,2014)
Kode Etik
Dengan adanya etika ini muncul yang namanya kode etik (code of conduct)
yaitu tata cara yang seharusnya diikuti oleh para pelaku profesi dalam melaksanakan
tugas profesionalnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian
kode etik adalah norma dan asas yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai
landasan tingkah laku.
Biggs dan Blocher (1986) mengatakan ada tiga fungsi kode etik yaitu :
- Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah.
- Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi.
- Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.
Di Indonesia, Kode Etik Psikologi dikeluarkan oleh HIMPSI (Himpunan
Psikologi Indonesia). Kode Etik Psikologi merupakan seperangkat nilai-nilai
untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan
sebagai psikolog dan ilmuwan psikologi di Indonesia (Kode Etik Psikologi
Indonesia, 2010). Tetapi ada beberapa orang dalam kelompok profesi (dalam hal
ini adalah profesi psikolog) yang berbuat penyelewengan/penyimpangan terhadap
peraturan yang telah ditetapkan.
10 Alasan UntukTidakMenggunakanTes Psikologi
Ada banyak alasan dan dalam banyak situasi penggunaan tes psikologi tidak
disarankan, Berikut ini adalah 10 alasan kenapa tes psikologi tidak disarankan
untuk digunakan dalam keadaan-keadaan tertentu.(Urbina,2014)
1. Tujuan dari tes psikologi tidak diketahui atau
tidak jelas untuk test users.
2. Test users tidak terlalu familiar dengan semua
hal yang terkait dengan tes psikologi yang akan dilakukan.
3. Test users tidak
mengetahui hasil tes akan bagaimana atau bagaimana hasil tes tersebut akan
digunakan, atau tidak dapat menjamin penggunaan dari hasil tes tersebut.
4. Informasi tentang segala sesuatu yang dicari dari tes telah ada, atau dapat
dikumpulkan dengan lebih efisien melalui sumber-sumber lain.
5. Test takers
tidak bersedia dan tidak bisa bekerja sama dengan pengetesan yang akan
dilakukan.
6. Test takers kemungkinan besar dapat melakukan
sesuatu yang membahayakan selama proses pengetesan.
7. Keadaan
lingkungan dan kondisi untuk melakukan pengetesan tidak memungkinkan.
8. Susunan
test atau hal-hal yang terkait dengan test takers seperti usia, jenis kelamin, latar
belakang budaya/bahasa, status disability, dan lain-lain tidak tepat dan
dapat mengakibatkan tes data invalid.
9. Norma-norma dalam pengetesan sudah
ketinggalan jaman(sudah terlalu lama dan tidak diperbarui), tidak cukup, dan
tidak dapat diterapkan untuk test takers.
10. Reabilitas dan validitas dari alat tes
tidak memenuhi syarat.
Daftar Pustaka
- Biggs, D.A & Bloacher, D.H. (1986). The Cognitive Approach to Ethical Counseling. NewYork: State University of New York at Albany.
- Himpunan Psikologi Indonesia. (2010). Kode Etik Psikologi Indonesia & Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta: Himpsi.
- http://www.kompasiana.com/ferry-silitonga/perampasan-hak-psikologi_ 550029c6a33311926f5103d8. (Diunduh 16 Mei 2016 pukul 12.10 pm)
- https://www.academia.edu/7390436/Kasus_kode_etik. (Diunduh Senin, 16 Mei 2016 pukul 12.15 pm)
- Kaplan, R. M & SacuzzoD.P. (2012). Psychological Testing: Principles : Applications, and Issues 8TH Edition. Canada : Cengage Learning.
- Urbina, Susana & Anastasi, Anne. (2006). Psychological Testing 7th Edition. Jakarta: PT.INDEX.
- Urbina, Susana. (2014). Essentials of Psychological Testing2ndEdition. New Jersey : Wiley
No comments:
Post a Comment